Skip to main content

Good Corporate Governance (GCG)

Pengertian Good Corporate Governance (GCG)


Good Corporate Governance atau Tata Kelola Perusahaan adalah sistem yang dibangun untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan sehingga menciptakan tata hubungan yang baik, adil, dan transparan diantara berbagai pihak yang terkait dan memiliki kepentingan (stakeholder) dalam perusahaan. GCG juga dapat diartikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan serta mengelola bisnis dan akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utama mempertinggi nilai saham dalam jangka panjang namun tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lain.

Sejarah lahirnya GCG

Timbulnya berbagai skandal besar yang menimpa perusahaan-perusahaan baik di Inggris maupun Amerika Serikat pada tahun 1980an yaitu berkembangnya budaya serakah dan pengambilalihan perusahaan secara agresif membuat orang-orang sadar akan pentingnya sistem tata kelola. Pada tahun 1992 misalnya, masyarakat industri otomotif jepang mengkritik industri otomotif Amerika Serikat yang memberikan gaji terlalu tinggi kepada eksekutifnya. Bahkan ketika resesi pada tahun 1989, gaji mereka terus meningkat sekitar rata-rata 6,7% sedangkan nilai kekayaan para pemegang saham diwaktu yang sama merosot sebesar 9%. Untuk itu diperlukan sistem tata kelola yang jelas dan bertanggung jawab. Tadinya faham ini hanya berkembang di negara-negara berbahasa inggris seperti Inggris dan Amerika, tetapi seiring berjalannya waktu faham ini juga mulai berkembang di negara-negara lain. Saat ini, CG sudah bukan lagi pilihan bagi pelaku bisnis, melainkan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta juga sudah menjadi tuntutan bagi masyarakat. Bagi Indonesia GCG saat ini merupakan syarat yang diminta oleh IMF yang harus diusahakan oleh pemerintah Indonesia. 
Sejarah terlahirnya Good Corporate Governance atau GCG di Indonesia bermula dari usulan untuk menyempurnakan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) yang mengatur peraturan bagi emiten yang tercatat di BEJ yang mewajibkan untuk mengangkat komisaris independent dan membentuk komite audit pada tahun 1998. Sejak itu Corporate Governance (GC) mulai dikenalkan pada seluruh perusahaan publik di Indonesia. Setelah itu, pemerintah mendirikan satu lembaga khusus yang bernama Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) melalui Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri.

Parameter pengukuran GCG

Kali ini, blog saya akan membahas tentang parameter penilaian BUMN (Badan Usaha Milik Negara).
Penilaian Good Corporate Governance (GCG) bagi BUMN mengacu pada dua ketentuan dibawah ini yakni:
  1. Surat Keputusan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (SK Sekmen BUMN) No.SK-16/S.MBU/2012 tentang Indikator/Parameter Penilaian dan Evaluasi Atas Penerapan GCG pada BUMN dan
  2. Peraturan Menteri (Permen) BUMN No.PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan GCG pada BUMN
Parameter Penilaian
Penilaian GCG bagi BUMN berdasarkan Self Assessment (menilai diri sendiri) dengan menggunakan checklist penilaian, dimana terdapat 6 (enam) parameter penilaian GCG berikut bobot penilaian sebagai berikut:
  1. Komitmen terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) secara berkelanjutan (bobot 7%)
  2. Pemegang saham (shareholders) dan RUPS/Capital Owner (bobot 9%)
  3. Dewan Komisaris/Dewan Pengawas (bobot 35%)
  4. Direksi (bobot 35%)
  5. Pengungkapan informasi (disclosure) dan transparansi ((bobot 9%), serta
  6. Aspek lainnya (bobot 5%)
Penilai
Penilaian GCG dilaksanakan secara berkala setiap dua tahun sekali, yang mana sebelumnya wajib dilaksanakan sosialisasi GCG pada BUMN yang bersangkutan.
Pelaksanaan penilaian dilakukan oleh independent assesor yang ditunjuk oleh Dewan Komisaris/Dewan Pengawas melalui proses sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa masing-masing BUMN dan apabila diperlukan dapat meminta bantuan Direksi untuk proses penunjukkannya

Implementasi Pada Perusahaan


Implementasi Tata Kelola Perusahaan yang Baik atau Good Corporate Governance (GCG) merupakan komitmen utama Perseroan untuk dapat mewujudkan tidak hanya pertumbuhan usaha jangka pendek, tetapi juga untuk keberlangsungan usaha jangka panjang. Oleh karena itu Perseroan selalu berupaya untuk terus meningkatkan implementasi GCG dengan melakukan upaya-upaya perbaikan dalam penerapannya. Selain penyempurnaan aturan, Perseroan juga melakukan sosialisasi dan internalisasi GCG kepada segenap insan PTBA untuk memastikan ketaatan terhadap praktik GCG. Implementasi GCG tidak cukup dilakukan hanya dengan mematuhi berbagai ketentuan yang berlaku, namun juga harus ditunjukkan dalam praktik sehari-hari. Perseroan meyakini bahwa dengan menjadi Good Corporate Citizen melalui implementasi praktik GCG terbaik, maka kepercayaan dari para pemangku kepentingan dapat terus dijaga.
Sebagai landasan utama dalam setiap kegiatan usahanya, Perseroan senantiasa menjaga dan menjunjung tinggi nilai-nilai integritas serta menerapkan prinsip-prinsip GCG yaitu Transparansi, Akuntabilitas, Tanggung Jawab, Kesetaraan, dan Independensi. Selain itu, selaku Badan Usaha Milik Negara maka implementasi GCG di Perseroan juga berlandaskan pada peraturan perundang- undangan sebagai berikut :
  1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tanggal 19 Juni 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
  2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
  3. Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN sebagaimana diubah terakhir melalui Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-09/MBU/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN
  4. Keputusan Sekretaris Kementerian BUMN Nomor: SK-16/S.MBU/2012 tentang Indikator/Parameter Penilaian dan Evaluasi atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) pada BUMN.
  5. Pedoman Umum Good Corporate Governance yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance tahun 2016
  6. Roadmap Tata Kelola Perusahaan Indonesia yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Tujuan Implementasi GCG
1. Mengendalikan dan mengarahkan hubungan antara pemegang saham
2. Mendorong dan mendukung pengembangan perseroan
3. Mengelola sumber daya secara lebih amanah
4. Mengelola risiko secara lebih baik
5. Meningkatkan citra perseroan (image) menjadi semakin baik
6. Meningkatkan pertanggungjawaban kepada stakeholders
7. Mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perseroan 
8. Mempromosikan etos kerja
Untuk mencapai tujuan tersebut, Perseroan berupaya menerapkan prinsip-prinsip dasar tata kelola yang baik, mencakup asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan kewajaran secara konsekuen di setiap kegiatan operasionalnya. Adapun bentuk komitmen nyata Perseroan terhadap penerapan prinsip-prinsip GCG adalah sebagai berikut :
TRANSPARANSI
Perseroan menjamin pengungkapan informasi material dan relevan mengenai kinerja, kondisi keuangan dan informasi lainnya secara jelas, memadai, akurat, dapat diperbandingkan, tepat waktu serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
AKUNTABILITAS
Perseroan menjamin kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban setiap level jajaran Perseroan yang memungkinkan pengelolaan Perseroan terlaksana secara efektif.
RESPONSIBILITAS
Prinsip responsibilitas diterapkan dengan senantiasa menerapkan dan mematuhi peraturan perundangan yang berlaku, mengelola lingkungan bekas tambang dengan baik, melaksanakan kewajiban timbal-balik terhadap para mitra bisnis dan merancang serta melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan.
INDEPENDENSI
Prinsip independensi diterapkan dengan penyusunan dan penerapan kode etik dan pengaturan seluruh transaksi maupun rencana investasi yang mengandung atau berpotensi mengandung benturan kepentingan (conflict of interest).
KEWAJARAN
Perseroan menerapkan asas kesetaraan dengan memperlakukan seluruh pemangku kepentingan secara berimbang antara hak dan kewajiban (equal treatment) yang diberikan kepada dan oleh Perseroan.

























Struktur tata kelola Perseroan mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, di mana organ perusahaan terdiri dari tiga unsur, yaitu Pemegang Saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi bagi Pemegang Saham, Dewan Komisaris sebagai pengawas jalannya pengelolaan perusahaan, dan Direksi sebagai pengelola perusahaan. Organ Perseroan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip bahwa masing-masing organ memiliki independensi dan menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan Perseroan.
Dalam kegiatan operasional, Dewan Komisaris dan Direksi membentuk sub organ Perseroan untuk membantu kelancaran operasional serta memberi masukan yang diperlukan Perseroan. Pembentukan sub-organ ini dilakukan sebagai bagian dari pembagian wewenang yang jelas dalam menerapkan prinsip-prinsip dasar GCG secara efektif. Dewan Komisaris telah memiliki Komite Audit dan Komite Risiko Usaha, Nominasi, Remunerasi dan Pengembangan SDM (KRU & NR-SDM) untuk memberdayakan fungsi kepengawasan Dewan Komisaris, membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, serta merumuskan kebijakan Dewan Komisaris sesuai ruang lingkup tugasnya. Sedangkan Direksi memiliki organ-organ pendukung sebagai unit kerja untuk mengendalikan, mengawal dan bertanggung jawab atas implementasi GCG sekaligus sebagai mitra kerja dari komite di bawah Dewan Komisaris. Unit kerja yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama tersebut adalah:
- Sekretaris Perusahaan
- Manajemen Risiko dan Sistem Manajemen Perusahaan
- Satuan Pengawasan Intern (SPI)

Sekertaris Perusahaan
Dalam rangka meningkatkan pelayanan Emiten atau Perusahaan Publik kepada masyarakat dan investor, Emiten atau Perusahaan Publik wajib membentuk fungsi Sekretaris Perusahaan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.04/2014 tentang Sekretaris Perusahaan Emiten Atau Perusahaan Publik. Sekretaris Perusahaan dibantu oleh fungsi-fungsi lain di bawah koordinasinya, yaitu Investor Relation, Corporate Communication, Corporate Action, Administrasi Korporat, Hubungan Masyarakat dan Kantor Perwakilan Jakarta.
Tugas utama Sekretaris Perusahaan adalah memastikan kelancaran hubungan antar organ Perseroan, hubungan antara Perseroan dengan pemangku kepentingan serta dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama. Fungsi utama Sekretaris Perusahaan ada tiga, yaitu sebagai liason officer, compliance officer serta investor relations. Secara umum tugas Sekretaris Perusahaan adalah sebagai berikut:
Bertindak sebagai representasi Perusahaan (Direksi) sebatas kewenangan yang diberikan.
- Penanganan hubungan investor, monitoring perkembangan pasar modal, menjamin kesesuaian kegiatan operasional Perseroan dengan peraturan-peraturan yang berlaku di pasar modal.
- Membuat kebijakan dan rekomendasi sesuai dengan peraturan pasar modal.
- Memberikan pelayanan informasi yang menyangkut hal-hal yang perlu diketahui oleh masyarakat, pemegang saham dan pemangku kepentingan lain mengenai emiten atau Perseroan.
- Mengelola Kantor Perwakilan Jakarta.
- Membuat kajian berbagai laporan terbaru dari analis pasar modal, melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif atas kinerja Perseroan khususnya di bidang keuangan, monitoring situasi dan proyeksi perekonomian (internasional, regional dan lokal serta pasar modal berbagai negara).
- Publikasi kegiatan Perseroan yang bersifat non material, pengelolaan dokumen dan informasi Perseroan, penerbitan laporan Perseroan.
- Memberi masukan kepada Direksi untuk mematuhi peraturan yang berhubungan dengan pasar modal.
- Bertindak sebagai penghubung antara Perseroan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan masyarakat, serta membina hubungan baik dengan seluruh pemangku kepentingan lain di luar pemegang saham seperti Pemerintah, media, mitra usaha dan masyarakat.

Sistem Pengendalian Intern
Sistem Pengawasan dan Pengendalian Intern Perseroan telah dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-01/ MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik, pasal 26 dan pasal 28. Sistem pengawasan dan pengendalian intern merupakan rangkaian kegiatan yang sistematis mulai dari persiapan, proses dan pelaporan agar dapat berfungsi secara efektif untuk mengamankan investasi dan aset Perseroan. Untuk mengetahui tingkat kecukupan sistem pengendalian intern yang diterapkan oleh entitas Perusahaan, Perseroan mengembangkan sistem pengawasan dan pengendalian yang dilakukan meliputi:
Peningkatan lingkungan pengendalian intern yang disiplin dan terstruktur.
- Pelaksanaan kajian dan pengelolaan risiko usaha, meliputi proses untuk mengidentifikasi, menganalisis, menilai dan mengelola risiko usaha yang relevan secara berkesinambungan.
- Melakukan aktivitas pengendalian pada setiap tingkat dan unit dalam struktur organisasi Perseroan, antara lain mengenai kewenangan, otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi, penilaian atas prestasi kerja, pembagian tugas dan keamanan aset Perseroan.
- Meningkatkan dan mengembangkan system informasi dan komunikasi yang meliputi proses penyajian laporan mengenai kegiatan operasional, finansial dan ketaatan atas ketentuan dan peraturan yang berlaku.
- Melakukan pemantauan yaitu proses penilaian terhadap kualitas system pengendalian internal termasuk pelibatan fungsi internal audit pada setiap tingkat dan unit struktur organisasi Perseroan.
Secara garis besar, sistem ini juga mengacu pada kerangka internasional yang diterbitkan Committee of Sponsoring Organizations (COSO) of the Treadway Commission. Kegiatan yang meliputi butir b dan c tersebut di atas dilaksanakan oleh Satker SMP & SMR, dijabarkan masing-masing melalui pengembangan sistem di antaranya Sistem Manajemen Risiko, Sistem Manajemen Mutu, Sistem Manajemen Lingkungan dan Sistem Manajemen K3. Sedangkan pelaksanaan kegiatan untuk butir c, d, dan e tersebut di atas, dilaksanakan dengan melibatkan aktivitas Satuan Pengawasan Intern (SPI).

Sumber Refrensi:
02 November 2018 20:38




Comments

Popular posts from this blog

Pasar Monopsoni, Monopoli, Oligoposni, dan Oligopoli

Bisnis adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang menciptakan nilai. Bisnis juga memiliki 4 macam jenis yaitu Monopsoni, Monopoli, Oligoposni dan Oligopoli. Di bawah ini kita akan membahas tentang ke-empat jenis bisnis tersebut. Pasar Monopsoni :  Pasar Monopsoni adalah pasar yang hanya memiliki satu konsumen yang menjadi satu-satunya pembeli dan menguasai pasar komoditas. Pasar ini termasuk pasar persaingan yang tidak sempurna karena belum terorganisir dengan baik. Adapun ciri-ciri dari Pasar Monopsoni, yaitu: -  Hanya Ada Satu Pembeli: Seperti yang sudah dijelaskan diawal, bahwa pasar monopsoni hanya memiliki satu pembeli atau satu konsumen saja. Konsumen yang membeli produk dipasar ini umumnya mendapatkan harga yang lebih murah, kemudian produk tersebut dijual kembali oleh konsumen dengan harga yang lebih mahal untuk mendapatkan keuntungan. -   Harga Ditentukan Oleh Pembeli: Karena umumnya pasar ini terletak jauh atau sulit untuk dijangkau dengan

Sistem Produksi PT Dua Kelinci

Sejarah dan Perkembangan PT Dua Kelinci Perusahaan PT. Dua Kelinci adalah perusahaan yang bergerak dibidang food industry, yang berawal dari usaha rumah tangga yang dibangun oleh Ho Sie Ak dan Lauw Bie Giok serta keluarganya. Pasangan suami-istri ini memulai usahanya dengan repacking kacang garing dengan merk “Sari Gurih” berlogo "Dua Kelinci", yang berpusat di Surabaya pada tahun 1972 dengan pengelolaan usaha yang masih dilakukan secara sederhana dan dengan manajemen keluarga. Karena konsumen lebih mengenal produk tersebut dengan nama “Dua Kelinci”, maka pada tahun 1982 merk “Sari Gurih” diganti dengan merk "Dua Kelinci". Wilayah pemasaran perusahaan ini pada mulanya berkisar pada wilayah Jawa Timur. Meningkatnya permintaan pasar, manjadikan pertumbuhan industri kecil kacang garing ini semakin menuju arah yang lebih baik. Adanya potensi usaha yang lebih baik serta dalam rangka pengembangan usaha dari skala home industry menuju ke skala industri, maka p

Rasio Keuangan

         PENDAHULUAN Rasio Financial (Rasio Keuangan) merupakan alat Analisis Perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat pada laporan pos keuangan (neraca,     laporan/laba rugi, laporan arus kas). Rasio merupakan alat ukur yang digunakan perusahaan untuk mengenalisis laporan keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan menggunkan alat analisa berupa rasio keuangan dapat menjelaskan dan memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan dari suatu periode ke periode berikutnya. MANFAAT Analisis rasio keuangan merupakan analisis yang paling sering dilakukan untuk menilai kondisi keuangan dan kinerja perusahaan dibandingkan alat analisis keuangan lainnya. Analisis rasio keuangan memiliki beberapa keunggulan sebagai alat analisis sebagaimana yang dikemukakan oleh Harahap (2006