Skip to main content

Rasio Keuangan

         PENDAHULUAN


Rasio Financial (Rasio Keuangan) merupakan alat Analisis Perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat pada laporan pos keuangan (neraca,  laporan/laba rugi, laporan arus kas). Rasio merupakan alat ukur yang digunakan perusahaan untuk mengenalisis laporan keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan menggunkan alat analisa berupa rasio keuangan dapat menjelaskan dan memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan dari suatu periode ke periode berikutnya.

MANFAAT
Analisis rasio keuangan merupakan analisis yang paling sering dilakukan untuk menilai kondisi keuangan dan kinerja perusahaan dibandingkan alat analisis keuangan lainnya. Analisis rasio keuangan memiliki beberapa keunggulan sebagai alat analisis sebagaimana yang dikemukakan oleh Harahap (2006 : 298).
Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan.
Rasio merupakan pengganti yang sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
Rasio mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.
Rasio sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi (z-score).
  Rasio menstandarisir sizeperusahaan.
  Dengan rasio lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time series.
Dengan rasio lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang.

Jenis-Jenis

1. Earning Ratio




a). Dividen Per-share (DPS)


Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut, Dividend Per Share (DPS) dan Return On Equity(ROE) merupakan dua diantara alat atau rasio dalam mengukur kinerja perusahaan.
Investasi dalam bentuk saham akan memberikan dua jenis keuntungan kepada investornya yaitu keuntungan berupa dividend dan capital gainDividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Menurut Sutrisno (2003:303) mengemukakan dividend sebagai berikut.

cash dividend merupakan bagian dari laba yang dibagikan kepada pemegang saham. Ada dua jenis dividen yaitu dividen saham preferen yang dibayarkan secara tetap dalam jumlah tertentu dan dividen saham biasa yang dibayarkan apabila perusahaan mendapatkan laba.”
Dividen Per Share (DPS) merupakan total semua dividen yang dibagikan pada tahun buku sebelumnya, baik dividen intern, dividen total atau dividen   saham.” (Ang:1997). Sedangkan menurut Syamsudin (1995:67), mengemukakan DPS sebagai berikut. “Dividend per Sharemenggambarkan beberapa jumlah pendapatan per lembar saham (Earning per Share) yang akan didistribusikan.

b). Earning Per-share (EPS)


Laba per Saham atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Earning per Share yang disingkat dengan EPS adalah bagian dari laba perusahaan yang dialokasikan ke setiap saham yang beredar. Laba per saham atau Earning per Share ini merupakan indikator yang paling banyak digunakan untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan. Pertumbuhan EPS (Earning per Share) merupakan ukuran penting kinerja perusahaan karena menunjukan berapa banyak uang yang dihasilkan perusahaan untuk pemegang sahamnya. Tidak hanya karena perubahan keuntungan namun juga setelah semua dampak penerbitan saham baru. 
Rumus : Laba per Saham (EPS) =  (Laba Bersih setelah Pajak  – Dividen)  / Jumlah Saham yang Beredar.
Jika terjadi perubahan struktur modal (contohnya perubahan jumlah saham) selama perioda pelaporan, maka saham yang beredar harus dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang saham (weighted average share) yang beredar selama tahun berjalan.

c). Book Value Per-share (BVPS)


Book Value per Share (BVPS) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Nilai Buku per Saham adalah rasio yang digunakan untuk membandingkan ekuitas pemegang saham dengan jumlah saham yang beredar. Dengan kata lain, Rasio Book Value per Share ini digunakan untuk mengetahui berapa jumlah uang yang akan diterima oleh pemegang saham apabila suatu perusahaan dibubarkan (dilikuidasi) atau jumlah uang yang dapat diterima oleh pemegang saham apabila semua aktiva (aset) perusahaan dijual sebesar nilai bukunya.
Rumus : Book Value per Share = Total Ekuitas / Jumlah Saham yang Beredar atau Book Value per Share = (Aset – Hutang) / Jumlah Saham yang beredar
Book Value per Share atau Nilai Buku per Saham dapat dihitung dengan cara membagikan ekuitas pemegang saham dengan jumlah saham yang beredar.

d). Cash Flow Per-share (CFPS)

Arti sederhana dan singkat Arus Kas Bebas adalah sisa perhitungan arus kas yang dihasilkan oleh suatu perusahaan di akhir suatu periode keuangan (kuartalan atau tahunan)—setelah membayar gaji, biaya produksi, tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital expenditure) untuk pengembangan usaha. Sisa uang inilah yang disebut Arus Kas Bebas. Meski dinamankan bebas tapi manajemen tidak bisa sebebasnya menggunakan uang ini karena uang sisa inilah yang bisa digunakan untuk mengembangkan usaha, kalau tidak mengambil dana dari hutang dan sumber dana lainnya.

Rumus : Arus Kas Bebas = Arus Kas dari Operasi – Belanja Modal

Data yang diperlukan untuk menghitung arus kas bebas bisa didapat dari laporan keuangan perusahaan. Laporan yang diperlukan ada di laporan arus kas, biasanya di bagian terakhir setelah neraca, laba/rugi, dan laporan ekuitas. Dalam laporan arus kas ada tiga jenis arus, yaitu: dari/untuk operasi, dari/untuk investasi, dan dari/untuk pendanaan. Untuk menghitung arus kas bebas (free cash flow), arus kas dari operasi sudah jelas sumbernya. Untuk Belanja Modal, sumber utamanya adalah Arus Kas dari/untuk Investasi, dengan fokus pembelian/pembayaran/sewa aset tetap yang menunjang aktivitas produksi perusahaan. Kegiatan inilah yang biasnya disebut Belanja Modal atau capital expenditure (capex).

e). Cash Equivalent Per-share (CEPS)


Setara Kas (Cash Equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan.
Setara kas dimiliki untuk memenuhi komitmen kas jangka pendek, bukan untuk investasi atau tujuan lain. Untuk memenuhi persyaratan setara kas, investasi harus segera dapat diubah menjadi kas dalam jumlah yang telah diketahui tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan. Karenanya, suatu investasi baru dapat memenuhi syarat sebagai setara kas hanya jika segera akan jatuh tempo dalam waktu tiga bulan atau kurang dari tanggal perolehannya. Investasi dalam bentuk saham tidak temasuk setara kas, sebagai contoh, saham preferen yang dibeli dan akan segera jatuh tempo serta tanggal penebusan (redemption date) telah ditentukan.
Cerukan (bank overdraft) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengelolaan kas perusahaan. Dalam keadaan tersebut, cerukan termasuk komponen kas dan setara kas.

f). Net Asset Per-share (NAVS)


Net Asset Per-share merupakan ekspresi untuk nilai aset bersih yang mewakili nilai per saham dari reksadana, exchange-traded fund (ETF), atau dana tertutup. Ini dihitung dengan membagi total nilai aset bersih dari dana atau perusahaan dengan jumlah saham yang beredar.
Rumus : NAVS / Jumlah Saham
NAVS : Aset - Liabilitas



2. Valuation Ratio

Rasio Valuasi Investasi (Investment Valuatio Ratio) atau juga disebut dengan Rasio Penilaian Investasi adalah rasio yang digunakan untuk mendapatkan nilai atas saham dari suatu perusahaan. Rasio Valuasi ini cukup populer dan banyak digunakan oleh para investor untuk menentukan keputusannya dalam berinvestasi di pasar saham karena dapat dengan jelas memberikan gambaran tentang hubungan antara biaya investasi dengan manfaat yang didapatkannya. Dengan Rasio Valuasi Investasi ini, para Investor dapat menentukan apakah saham suatu perusahaan “mahal” atau “murah”.

a). Price to Earning Ratio (PER)



Price to Earning Ratio atau biasanya disingkat dengan singkatan PER (P/E Ratio) adalah rasio harga pasar per saham terhadap laba bersih per saham. Rasio Price to Earning ini adalah rasio valuasi harga per saham perusahaan saat ini dibandingkan dengan laba bersih per sahamnya. Price to Earning Ratio ini merupakan rasio yang sering digunakan untuk mengevaluasi investasi prospektif. Rasio ini juga digunakan untuk membantu investor dalam pengambilan keputusan apakah akan membeli saham perusahaan tertentu. Umumnya, para trader atau investor akan memperhitungkan PER atau P/E Ratio untuk memperkirakan nilai pasar pada suatu saham.

b). Price Book Value Ratio (PBVR)


Price to Book Value atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Rasio Harga terhadap Nilai Buku yang disingkat dengan PBV adalah rasio valuasi investasi yang sering digunakan oleh investor untuk membandingkan nilai pasar saham perusahaan dengan nilai bukunya.Rasio PBV ini menunjukan berapa banyak pemegang saham yang membiayai aset bersih perusahaan. Price to Book Value atau Price/Book Value Ratio ini membantu investor untuk membandingkan nilai pasar atau harga saham yang mereka bayar per saham dengan ukuran tradisional nilai suatu perusahaan.
Rumus : Rasio Harga terhadap Nilai Buku = Harga per Lembar Saham / Nilai Buku per lembar Saham

c). Price Cash Flow Ratio (PCFR)


Price to Cash Flow Ratio (PCFR atau P/CF Ratio) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Harga Terhadap Arus Kas adalah rasio valuasi investasi yang digunakan oleh investor untuk mengevaluasi daya tarik investasi terhadap saham suatu perusahaan dengan membandingkan harga saham suatu perusahaan dengan arus kas perusahaan tersebut. Dengan kata lain, Price to Cash Flow Rasio ini menunjukan jumlah uang yang bersedia dibayar oleh Investor untuk arus kas yang dihasilkan oleh perusahaan.
Rumus : Price to Cash Flow Ratio = Harga Saham / Arus Kas per Saham
Price to Cash Flow Ratio ini juga bisa dihitung dengan menggunakan Kapitalisasi Pasar.
Rumus : Price to Cash Flow Ratio = Kapitalisasi Pasar / Arus Kas



3. Profitability Ratio

Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio) adalah rasio atau perbandingan untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba (profit) dari pendapatan (earning) terkait penjualan, aset dan ekuitas berdasarkan dasar pengukuran tertentu. Jenis-jenis rasio profitabilitas dipakai untuk memperlihatkan seberapa besar laba atau keuntungan yang diperoleh dari kinerja suatu perusahaan yang memengaruhi catatan atas laporan keuangan yang harus sesuai dengan standar akuntansi keuanganRasio-rasio profitabilitas diperlukan untuk pencatatan transaksi keuangan biasanya dinilai oleh investor dan kreditur (bank) untuk menilai jumlah laba investasi yang akan diperoleh oleh investor dan besaran laba perusahaan untuk menilai kemampuan perusahaan membayar utang kepada kreditur berdasarkan tingkat pemakaian aset dan sumber daya lainnya sehingga terlihat tingkat efisiensi perusahaan.
a). Operating Profit Margin (OPM)

Operating Profit Margin berfungsi untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.Operating profit margin mengukur persentase dari profit yang diperoleh perusahaan dari tiap penjualan sebelum dikurangi dengan biaya variabel produksi seperti upah, bahan baku, biaya bunga, pajak dll.

Rumus : OPM = Operating Profit / Net Sales


b). Net Profit Margin (NPM)


Margin laba atau Net Profit Margin adalah perbandingan total jumlah laba bersih dengan total jumlah pendapatan perusahaan. NPM biasanya digunakan untuk mengukur tipis atau tebal-nya laba perusahaan. perusahaan akan lebih cepat tumbuh menjadi perusahaan dengan ekuitas yang besar. Namun dengan catatan: persentase laba bersih yang masuk sebagai ekuitas jauh lebih tinggi ketimbang persentase laba bersih yang dibagikan sebagai dividen. Pertumbuhan ini dikarenakan perusahaan yang selalu mencatatkan laba bersih tinggi, dan laba bersih tersebut akan masuk sebagai saldo laba yang nantinya semakin menambah ekuitas perusahaan.
Sekali lagi, NPM digunakan untuk menentukan mana perusahaan yang dengan pendapatan tertentu berhasil menghasilkan laba bersih maksimal. Perusahaan seperti ini lebih efisien operasionalnya ketimbang perusahaan lain. Namun, perlu dicatat bahwa membandingkan rasio NPM suatu perusahaan dengan perusahaan lain haruslah dilakukan dalam satu sektor yang sama. Mengingat, NPM antara sektor yang satu dengan sektor lainnya jelas sangat berbeda. Sebagai contoh, perusahaan consumer food and beverage dengan perusahaan properti. Rasio margin perusahaan consumer food and beverage biasanya tipis. Perusahaan sektor ini lebih mengutamakan volume penjualan yang tinggi, ketimbang margin yang tinggi tapi barang jualannya tidak laku.
Rumus : Net Profit Margin = Net Income / Net Sales

c). Earning Before Taxing (EBIT)

Laba sebelum pajak ( EBT ) dapat didefinisikan sebagai uang yang disimpan oleh perusahaan sebelum dikurangi karena harus membayar pajak. Laba sebelum Pajak mengkuantifikasi keuntungan operasional dan non - operasional perusahaan sebelum pajak diperhitungkan. Selain itu, indikator kinerja ini menunjukkan ukuran untuk membandingkan perusahaan di yurisdiksi pajak yang berbeda .

Signifikansi Laba sebelum Pajak
EBT memiliki signifikansi besar bagi para analis investasi karena menyediakan info berguna yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja operasional badan usaha tanpa mempertimbangkan implikasi pajak. Dengan menghapus faktor pajak, Laba sebelum Pajak sangat membantu meminimalkan variabel yang mungkin berbeda di berbagai perusahaan, sehingga fokus analisis pada profitabilitas operasi sebagai kuantifikasi dari kinerja. Jenis analisis ini penting, khususnya, ketika membandingkan perusahaan-perusahaan di sebuah industri tunggal.

d). Return On Assets (ROA)

 Return on Assets atau dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan Tingkat Pengembalian Aset adalah rasio profitabilitas yang menunjukan persentase keuntungan (laba bersih) yang diperoleh perusahaan sehubungan dengan keseluruhan sumber daya atau rata-rata jumlah aset. Dengan kata lain, Return on Assets atau sering disingkat dengan ROA adalah rasio yang mengukur seberapa efisien suatu perusahaan dalam mengelola asetnya untuk menghasilkan laba selama suatu periode. ROA dinyatakan dalam persentase (%).
Rumus : Return on Assets (ROA) = Laba bersih setelah Pajak / Total Aset (atau rata-rata Total Aset).

e). Return On Equity (ROE)

Return on Equity Ratio yang biasanya disingkat dengan ROE adalah rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari investasi pemegang saham di perusahaan tersebut. Dengan kata lain, ROE ini menunjukkan seberapa banyak keuntungan yang dapat dihasilkan oleh perusahaan dari setiap satu rupiah yang diinvestasikan oleh para pemegang saham. ROE biasanya dinyatakan dengan persentase (%).
Rumus : ROE = Laba bersih setelah Pajak / Ekuitas Pemegang Saham


4. Liquidity Ratio


Rasio Likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban hutang jangka pendeknya saat jatuh tempo. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya saat jatuh tempo. Pada dasarnya, Rasio Likuiditas ini merupakan hasil pembagian kas dan dan aset lancar lainnya dengan pinjaman jangka pendek dan kewajiban lancar. Rasio ini menunjukan berapa kali kewajiban hutang jangka pendek dapat  ditutupi oleh kas dan aset lancar lainnya. Jika nilainya lebih dari 1 maka berarti kewajiban jangka pendek dapat ditutup sepenuhnya. Secara umum, semakin tinggi rasio likuiditas, semakin tinggi pula margin keselamatan yang dimiliki oleh perusahaan untuk memenuhi kewajiba lancarnya. Rasio likuiditas yang lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa perusahaan yang bersangkutan memiliki keuangan yang sehat dan kemungkinan kecil akan mengalami kesulitan keuangan.

a). Debt to Equity Ratio (DER)


Debt to Equity Ratio atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Rasio Hutang terhadap Ekuitas atau Rasio Hutang Modal adalah suatu rasio keuangan yang menunjukan proporsi relatif antara Ekuitas dan Hutang yang digunakan untuk membiayai aset perusahaan. Rasio Debt to Equity ini juga dikenal sebagai Rasio Leverage (rasio pengungkit) yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa baik struktur investasi suatu perusahaan. Debt to Equity Ratio atau DER adalah rasio keuangan utama dan digunakan untuk menilai posisi keuangan suatu perusahaan. Rasio ini juga merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajibannya.  Rasio Debt to Equity ini merupakan rasio penting untuk diperhatikan pada saat memeriksa kesehatan keuangan perusahaan. Jika rasionya meningkat, ini artinya perusahaan dibiayai oleh kreditor (pemberi hutang) dan bukan dari sumber keuangannya sendiri yang mungkin merupakan trend yang cukup berbahaya. Pemberi pinjaman dan Investor biasanya memilih Debt to Equity Ratio yang rendah karena kepentingan mereka lebih terlindungi jika terjadi penurunan bisnis pada perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, perusahaan yang memiliki Debt to Equity Ratio atau Rasio Hutang terhadap Ekuitas yang tinggi mungkin tidak dapat menarik tambahan modal dengan pinjaman dari pihak lain.

Rumus : Debt to Equity Ratio (DER) = Total Hutang / Ekuitas







Sumber Refrensi

08 Desember 2018 18:07

Comments

Popular posts from this blog

Pasar Monopsoni, Monopoli, Oligoposni, dan Oligopoli

Bisnis adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang menciptakan nilai. Bisnis juga memiliki 4 macam jenis yaitu Monopsoni, Monopoli, Oligoposni dan Oligopoli. Di bawah ini kita akan membahas tentang ke-empat jenis bisnis tersebut. Pasar Monopsoni :  Pasar Monopsoni adalah pasar yang hanya memiliki satu konsumen yang menjadi satu-satunya pembeli dan menguasai pasar komoditas. Pasar ini termasuk pasar persaingan yang tidak sempurna karena belum terorganisir dengan baik. Adapun ciri-ciri dari Pasar Monopsoni, yaitu: -  Hanya Ada Satu Pembeli: Seperti yang sudah dijelaskan diawal, bahwa pasar monopsoni hanya memiliki satu pembeli atau satu konsumen saja. Konsumen yang membeli produk dipasar ini umumnya mendapatkan harga yang lebih murah, kemudian produk tersebut dijual kembali oleh konsumen dengan harga yang lebih mahal untuk mendapatkan keuntungan. -   Harga Ditentukan Oleh Pembeli: Karena umumnya pasar ini terletak jauh atau sulit untuk dijangkau dengan

Sistem Produksi PT Dua Kelinci

Sejarah dan Perkembangan PT Dua Kelinci Perusahaan PT. Dua Kelinci adalah perusahaan yang bergerak dibidang food industry, yang berawal dari usaha rumah tangga yang dibangun oleh Ho Sie Ak dan Lauw Bie Giok serta keluarganya. Pasangan suami-istri ini memulai usahanya dengan repacking kacang garing dengan merk “Sari Gurih” berlogo "Dua Kelinci", yang berpusat di Surabaya pada tahun 1972 dengan pengelolaan usaha yang masih dilakukan secara sederhana dan dengan manajemen keluarga. Karena konsumen lebih mengenal produk tersebut dengan nama “Dua Kelinci”, maka pada tahun 1982 merk “Sari Gurih” diganti dengan merk "Dua Kelinci". Wilayah pemasaran perusahaan ini pada mulanya berkisar pada wilayah Jawa Timur. Meningkatnya permintaan pasar, manjadikan pertumbuhan industri kecil kacang garing ini semakin menuju arah yang lebih baik. Adanya potensi usaha yang lebih baik serta dalam rangka pengembangan usaha dari skala home industry menuju ke skala industri, maka p